Bagaimana kehidupan politik kerajaan islam di jambi?
IPS
ayudindawidya
Pertanyaan
Bagaimana kehidupan politik kerajaan islam di jambi?
1 Jawaban
-
1. Jawaban memperbaiki123
Saya akan menjawab dengan dua tipe jawaban:
Jawaban Pendek:
Kehidupan politik kerajaan islam di Jambi adalah berbentuk kesultanan yang dipimpin oleh seorang sultan sebagai kekuasaan tertinggi, dan seorang pangeran ratu sebagai pelaksana pemerintahan sehari-hari
Jawaban Panjang:
Kesultanan Jambi adalah kerajaan Islam yang berdiri di wilayah yang saat ini masuk Provinsi Jambi. Kerajaan ini awalnya merupakan wilayah kerajaan Melayu, sebuah kerajaan bawahan Sriwijaya. Kemudian kerajaan ini menjadi salah satu wilayah bawahan Majapahit. Setelah jatuhnya Majapahit, Jambi menjadi kerajaan merdeka. Kejayaan Jambi berada pada awal abad ke 17 dimana kerajaan Jambi menjadi salah satu pedagang rempah-rembah terbesar di Sumatra. Namun kerajaan ini mengalami penurunan setelah diserah oleh Johor, pada tahun 1680an. Raja atau Sultan Jambi adalah pemimpin tertinggi dan simbol kekuasaan kerajaan. Raja dipilih oleh perwakilan empat suku besar di Jambi, yaitu suku Kraton, Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh. Dari keempat suku ini, suku Kraton adalah suku terbesar, dan semua kandidat raja Jambi berasal dari suku ini. Jambi tidak memiliki aturan suksesi ke putera mahkota. Tetapi anak keturunan raja sebulmunya bisa dinominasikan sebagai kandidat raja, dan kemudian dipiluh. Status ibu dari kandidta tersebut umumnya menentukan kandidat mana yang memenangkan pemilihan. Dalam pemerintahan sehari-hari, sultan hanya bersifat sebagai simbol. Pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh pejabat yang bergelar Pangeran Ratu, yang dibantu oleh dewan yang disebut Rapat Dua Belas. Anggota dari dewan ini adalah para pemimpin dan tokoh dari keempat suku besar di atas. Penduduk kesultanan Jambi beragam, terdiri dari suku Melayu, suku Minangkabau, suku Kubu di pedalaman, serta keturunan suku Jawa yang termasuk keluarga kerajaan, serta suku Arab pendatang. Kesultanan Jambi hanya memiliki kekuasaan yang kuat ke warga yang tinggalnya menetap, sedangkan untuk mengatur suku pedalaman yang hidupnya berpindah-pindah, kesultanan mengandalkan kepala suku yang disebut batin. Pendapatan kesultanan diambil dari pajak dari penduduk tetap, monopoli garam dan pajak perdagangan dengan kerajaan lain. Kesultanan Jambi dihapuskan oleh penajjah Belanda pada tahun 1904 ketika sultan Jambi saat itu, Sultan Thaha Syafiudin menolak perjanjian yang dipaksakan oleh Belanda.